Koranriau.com, Jakarta - Persoalan moral dan etika yang
dialami oleh seorang kepala daerah tampaknya menjadi poin penting yang
harus dijalankan sebagai seorang kepala daerah. Pasalnya, hal tersebut
telah diatur dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, dalam menjawab pertanyaan anggota DPRD terkait banyak hal, baik pelanggaran yang terkait tentang penyerahan dokumen RAPBD maupun tentang pelanggaran etika yang dilakukan Ahok di salah satu TV Swasta pada prime time.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, dalam menjawab pertanyaan anggota DPRD terkait banyak hal, baik pelanggaran yang terkait tentang penyerahan dokumen RAPBD maupun tentang pelanggaran etika yang dilakukan Ahok di salah satu TV Swasta pada prime time.
Irman menjelaskan bahwa aspek pelanggaran etika dapat menjadi alasan sebab seorang pemimpin dapat dimakzulkan. Dirinya menjelaskan contoh kasus yang dialami oleh Aceng Fikri yang dimakzulkan dari jabatannya sebagai Bupati Garut 2012 yang hanya karena nikah siri yang dilakukan olehnya.
Aceng Fikri dimakzulkan oleh DPRD Garut, yang pengambilan keputusannnya dilakukan oleh Mahkamah Agung pada 2012.
“Di Garut, Bupati diputuskan melanggar etika perundang-undangan dan harus turun dari jabatannya hanya karena tidak mendaftarkan pernikahannya. Dia juga tidak mendapat izin dari istri pertama. Itu (makzul) putusan dari Mahkamah Agung”, tegas Irman (25/3).