Notification

×
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Alm Gusdur : Hanya ada 3 Polisi Jujur Di Indonesia, Siapakah Dia?

Sulthan
Tuesday, 10 February 2015, 2/10/2015 WIB Last Updated 2015-02-10T10:26:52Z
Patung Bapak Kepolisian RI Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo di depan Museum POLRI di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Koranriau.com, Lipsus - Pada 29 September 1945, Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo mendapat perintah langsung dari Presiden Soekarno untuk membentuk Polisi Nasional. Segeralah Soekanto membentuk 11 kepolisian provinsi dan membangun gedung Jawatan Kepolisian Negara di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang kini menjadi Markas Besar (Mabes) Polri. Kala itu, 17 Maret 1952, peletakan batu pertama gedung Mabes Polri dilaksanakan oleh Presiden Soekarno.

Sebagai kapolri pertama, Soekanto banyak meletakkan dasar untuk kepolisan RI, termasuk merintis Resimen Pelopor, Polisi Air dan Udara serta Polisi Perintis, Polisi Kereta Api, Polisi Wanita. Soekanto juga yang membuat Tri Brata Polri.


Namun, sama-sama di bulan September, apa yang terjadi setelah 68 tahun kemudian? Ternyata Polri dinyatakan sebagai lembaga negara terkorup di Indonesia. Disusul parlemen, dan pengadilan. “Korupsi paling tinggi terjadi di kepolisian, nomor dua di parlemen, dan nomor tiga di pengadilan,” kata Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja, saat memberikan ceramah Political Corruption di depan 150 pegawai dan pejabat KPU di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/9) kemarin.


Adnan mengatakan, terdapat perubahan tren lembaga terkorup pada periode 2012-2013 dibandingkan rentang 2010-2011. Sejak tahun lalu, lembaga kepolisian menjadi lembaga terkorup. Sementara pada dua tahun silam, parlemen menjadi lembaga terkorup. Sementara tiga lembaga yang menjadi sarang koruptor terbanyak pada tahun 2009 adalah parlemen, pengadilan, dan partai politik.


Citra Polri yang seburuk itu seolah menafikkan keteladan Kapolri pertama Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, yang namanya kini diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Polri di bilangan Kramatjati, Jakarta Timur. Banyak orang yang kerap salah mengartikan “RS Polri Soekanto” sebagai “Rumah Sakit Polri Soekanto”, padahal “RS” adalah inisial dari nama beliau, Raden Said. Selain itu, patung Bapak Kepolisian RI Jenderal Polisi RS Soekanto juga dibangun dan diletakkan di depan Museum Polri yang lokasinya berdekatan dengan gedung Mabes Polri.


Di masa kepemimpinannya, Soekanto (lahir Bogor, 7 Juni 1908 dan wafat di Jakarta, 24 Agustus 1993) adalah seorang Kapolri yang jujur dan sederhana. Dia tak mau memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan bagi pribadi dan keluarganya. Bahkan sampai akhir hayatnya, Soekanto hanya memiliki sebuah rumah sederhana di Kompleks Polri Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ketika pensiun, Soekanto bahkan tinggal di rumah sewa di Jl Pegangsaan Timur No 43, Jakarta Pusat.


Jujur dan sederhana adalah dua kata yang sulit dibayangkan melekat pada jajaran kepolisian saat ini. Meskipun, yakin saja, masih banyak korps Bhayangkara teladan, beretika, jujur, bekerja tanpa pamrih dan sederhana namun tak terekspose. Sebaliknya, kasus menggegerkan korupsi simulator SIM, problem rekening gendut sejumlah perwira polisi, atau seperti kehebohan di youtube soal polisi Bali yang memalak turis Belanda justru menjadi trending topics yang menggerus nama baik Polri.


Polisi yang berperilaku korup memang telah lama ada. Bahkan mantan Kapolri kesebelas Jenderal Polisi Drs Kunarto dalam bukunya “Etika Kepolisian” (1997) menukil catatan kriminolog UI Adrianus Meliala yang menyatakan bahwa, kepercayaan masyarakat terhadap Polri sebenarnya tidak cukup tinggi. Sinisme bahkan kecaman dan sarkasme banyak dilontarkan; istilah-istilah seperti prit goceng, hama wereng coklat, manuk bondol, KUHP=kasih uang habis perkara, hilang kambing lapor Polisi bisa hilang kandang dan seterusnya, merupakan manifestasi kecaman atau citra buruk Polri.


Tak berlebihan pula apabila di masa jabatannya, Kunarto sempat berharap agar setiap individu Polisi dapat mewujudkan satu ikrar: Tekadku Pengabdian Terbaik. Ikrar ini dimaksudkan menjadi kaul seorang Polisi, agar dirinya terbebas dari perbuatan tidak baik dan sebaliknya sanggup bekerja keras, sepenuhnya pemikiran itu bermuatan etika, yang apabila dilaksanakan dapat melahirkan perbuatan nyata yang selalu etis sifatnya. Adapun tiga unsur pokok pedoman mewujudkan ikrar tersebut adalah: Lebih Mengutamakan Kepentingan Dinas; Rela Berkorban Untuk Kepentingan Dinas; dan, Tidak Mengharapkan Pamrih Imbalan Pujian dan Penghargaan.


Ironisnya, berbagai kebijakan baru atau meneruskan kebijakan lama yang pernah digariskan para mantan Kapolri, hingga kini masih belum melahirkan korps Bhayangkara yang ideal dan sesuai harapan masyarakat. Padahal, harapan itu wajar dan sederhana saja, yakni menginginkan Polisi menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Selain itu, apabila harus berurusan dengan kepolisian, masyarakat berharap dapat memperoleh pelayanan yang terbaik.


Kini, semua yang menyangkut harapan masyarakat itu sudah hampir menguap. Polisi jujur dan sederhana semakin jarang ditemukan, rasa aman masyarakat pun kian terusik bahkan hilang sama sekali lantaran belakangan ini justru aparat Polisi yang menjadi target korban komplotan penembak yang hingga kini masih dalam penyelidikan.


Alhasil, kita ingat kembali apa yang pernah disampaikan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Katanya, “Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng (mantan Kapolri kelima, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso - red)”.


Soal kejujuran, siapa tidak kenal Hoegeng? Dia dikenal sebagai Polisi paling jujur dan teladan antikorupsi hingga saat ini. Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921. Dia menjadi Kapolri 9 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971. Banyak hal yang dilakukan Hoegeng untuk membenahi kepolisian. Walau hanya menjabat tiga tahun, Hoegeng menorehkan banyak teladan.


Hoegeng selalu menolak bentuk gratifikasi. Semasa di medan dia membuang semua barang pemberian bandar judi. Saat menjadi kepala bea cukai, Hoegeng membersihkan semua suap dan sogokan. Dia sampai menyuruh istrinya menutup toko bunga agar tak digunakan orang-orang mendekati dirinya. (merdeka.com)


Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata sang istri, Merry Roeslani.


Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenangnya.


Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.


Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja yakni bermain musik Hawai dan melukis. Lukisan itulah yang kemudian menjadi sumber keuangan Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena layak ketahui, uang pensiunan Hoegeng hingga 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja. Itu pun hanya diterima sebesar Rp.7.500.


Dalam acara Kick Andy di MetroTV, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada 2001 silam, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000


Kiranya, hingga detik ini pernyataan Gus Dur masih relevan untuk diresapi sekaligus menjadi hikmah pembelajaran bagi institusi kepolisian. Semoga pula embel-embel POLRI sebagai lembaga negara terkorup saat ini, dapat menjadi lecutan cambuk untuk mereposisi citra baik korps Bhayangkara, misalnya dari hama wereng coklat menjadi Polisi jujur dengan pengabdian dan kinerja ‘mengkilat’.


Kita tunggu, apakah Polri berhasil membuktikan bahwa tudingan sebagai lembaga negara terkorup dapat dipatahkan? “Ini (pernyataan KPK) kan kajian, tentunya harus (dibuktikan) bahwa kita keluar dari hal-hal tersebut, bahwa kita bukan itu (terkorup). Kita tunjukan kalau polisi bersih,” tegas Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9) mengomentari pernyataan KPK yang menohok.

 

From : Gapey sandi

Komentar

Tampilkan

  • Alm Gusdur : Hanya ada 3 Polisi Jujur Di Indonesia, Siapakah Dia?
  • 0

Terkini

Topik Populer