Koranriau.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa saksi-saksi untuk mengungkap kasus korupsi/suap Rp 2 milyar yang diduga diterima Gubernur Riau Annas Maamun, dalam alihfungsi lahan di Riau tahun 2014.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, di Jakarta, Rabu (15/10), penyidik memeriksa tiga saksi, masing-masing yakni Triyanto (anggota Polri, ajudan Annas Maamun) dan Edi Ahmad RM (Pimpinan Umum Harian Koran Riau). Keduanya sebagai saksi bagi tersangka Annas Maamun.
Sedangkan satu saksi lainnya, Noor Charis Putra (Kepala Seksi Jalan Dinas Bina Marga Provinsi Riau), diperiksa untuk tersangka Gulat Medali Emas Manurung.
Dalam kasus ini, KPK menangkap Annas dan Gulat. Gulat merupakan penguasaha perkebunan kelapa sawit sekaligus Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). KPK juga menangkap tujuh orang lainnya dalam operasi tangkap tangan di kawasan Cibubur, Kamis (25/9) lalu tersebut.
Sebelum menyematkan titel tersangka kepada Annas Maamun yang juga diadukan melakukan dugan pelecehan seksual ke polisi, penyidik mencokok Anas di Perumahan Citra Grand, Cibubur.
Selain menangkap Anas dan Gulat, serta sejumlah pihak lainnya, penyidik menyita uang SGD 156 ribu dan Rp 500 juta atau setara Rp 2 milyar yang diduga merupakan suap dari pengusaha Gulat kepada Annas untuk mengurus izin tersebut.
Setelah memeriksanya sekitar 20 jam, KPK menetapkan Annas dan Gulat sebagai tersangka. Gulat disebut-sebut mempunyai kebun kelapa sawit seluas 140 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Lahan kelapa sawit milik Gulat itu berada di kawasan yang tergolong Hutan Kawasan Industri (HTI) dan ingin dimasukan ke dalam APL (Area Peruntukan Lainnya). Annas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Sedangkan Gulat yang menyuap, disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. Saat ini KPK sudah menahan keduanya. Annas ditahan di Rumah Tahanan Militer Guntur dan Gulat mendekam di Rutan KPK.