RIAUnews, Jakarta - Draf usulan revisi UU KPK telah sampai di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Beberapa pasal dalam draf usulan itu akan memangkas beberapa kewenangan KPK seperti penyadapan dan penuntutan. Jika hal itu terjadi, maka korupsi akan semakin merajalela di Indonesia.
"Kalau sampai pendapat, desakan, ataupun tuntutan itu benar-benar dituangkan pada UU KPK mendatang, maka sejarah negara dan bangsa ini pun akan mundur kembali ke masa lalu, masa-masa gelap, tatkala korupsi demikian merajalela. Sehingga Indonesia terjerumus ke dalam krisis multidimensi, yang berujung pada krisis moneter pada tahun 1997/1998 dan hingga kini recovery terhadap dampak krisis tersebut masih belum kunjung rampung," ungkap anggota Komisi III DPR, Didi Irawadi Syamsuddin, Senin (24/9/2012).
Didi mengatakan bila ada pendapat, desakan, ataupun tuntutan agar UU KPK direvisi, sudah sepatutnyalah agar pendapat, desakan, ataupun tuntutan itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangi, bahkan menggembosi, kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi. Jangan sampai revisi terhadap UU KPK itu mengarah ke penyusutan wewenang KPK.
"Memperlemah KPK sama artinya berhadapan dengan 240 juta rakyat Indonesia. Walaupun di DPR saat ini terjadi pro dan kontra, yang bisa berujung pada pelemahan KPK, namun atas nama keberpihakan pada aspirasi rakyat dan masa depan Indonesia yang lebih baik dan bersih, maka saya berpendapat tidak ada alasan sama sekali untuk memperlemah KPK," tegas anggota fraksi PD ini.
Menurut Didi, sejatinya, KPK merupakan manifestasi dari harapan sekaligus tuntutan Reformasi Tahun 1998 agar korupsi yang telah demikian akut diberantas dengan cara-cara luas biasa. KPK, yang dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dilahirkan karena berbagai institusi penegak hukum yang berwenang memberantas korupsi, misalnya kepolisian dan kejaksaan, ternyata belum berfungsi secara efektif dalam melakukan aksi hukum pemberantasan korupsi.
"Seharusnya, kalaupun UU KPK hendak disempurnakan, maka maksud dan arahnya justru pada penguatan wewenang dan kelembagaan KPK. Sebab, tak dapat dipungkiri, hingga hari ini, ternyata korupsi masih terus merajalela. Sementara, tugas dan wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi demikian luas dan amat berat," imbuhnya.
Karena itu, lanjut Didi, cara-cara dan aksi luar biasa serta progresif untuk memberantas korupsi harus tak henti-hentinya dilakukan. Cara dan aksi progresif serta luar biasa ini, niscaya melalui penguatan kewenangan dan kelembagaan KPK.
"Tentu saja cara dan aksi itu mesti dibarengi pula dengan peningkatan efektivitas kepolisian dan kejaksaan dalam aksi hukum pemberantasan korupsi. Bersamaan itu, kerja sama, koordinasi, dan sinergi antara KPK dan kepolisian serta kejaksaan dalam orkestra pemberantasan korupsi harus benar-benar diefektifkan secara sungguh-sungguh dan konkret," paparnya.
Penguatan kewenangan dan kelembagaan KPK dimaksud, misalnya, adanya dukungan dana (anggaran), organisasi, personalia, dan administrasi yang kuat dan memadai bagi KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang di bidang pemberantasan korupsi. Dukungan organisasi, umpamanya, dengan mengefektifkan mekanisme dan operasionalisasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK di daerah-daerah melalui perwakilan KPK di daerah-daerah.
"Dari segi personalia, mungkin diperlukan adanya penyidik independen di KPK, sehingga tak tergantung pada penyidik dari kepolisian ataupun kejaksaan. Lantas perlu lagi adanya tambahan aturan rinci dan jelas dalam UU KPK tentang tata cara, mekanisme, serta sanksi hukum terhadap pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara," sambungnya.
Menurut Didi, jika ada pendapat bahwa KPK di negara lain hanya berwenang di bidang pencegahan, tentu saja pendapat ini perlu dikritisi secermat-cermatnya. Secara ekonomi (kemakmuran, pendapatan per kapita, distribusi pendapatan) dan politik (demokrasi), negara itu niscaya sudah lebih maju dibandingkan dengan Indonesia.
Kemudian Indeks Persepsi Korupsinya pun pasti jauh lebih tinggi ketimbang Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Budaya hukum di negara itupun tentu lebih bagus ketimbang Indonesia. Sistem ataupun praktik birokrasi dan pelayanan publik di negara itu sudah tentu pula tak seamburadul praktik birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia.
"Penegakan hukum (law enforcement) oleh institusi ataupun penegak hukum di negara itu tentu juga sudah sedemikian efektif, paling tidak bila dibandingkan dengan Indonesia," tutupnya.
Sebelumnya anggota Baleg, Buchori Yusuf, mengungkap beberapa pasal dalam draf usulan itu akan memangkas beberapa kewenangan KPK. Politikus PKS itu menjelaskan selain mengusulkan masalah SP3, Komisi III juga mengusulkan sejumlah pasal baru yang 'mengotak-atik' beberapa kewenangan KPK, seperti penuntutan dan penyadapan.
Ketua KPK Abraham Samad sendiri menolak keras usulan itu. Menurutnya, jika kewenangan penuntutan KPK dipangkas, lebih baik KPK dibubarkan.
"Kalau kewenangan penuntutan dan penyadapan dipreteli, lebih baik KPK dibubarkan," kata Abraham.