LIPSUS - TIDAK seperti biasanya, Jalan Tugu Raya, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pagi itu lancar. Polisi berjaga di manamana, mengatur lalu lintas. Bahkan Kepala Polsek Sukmajaya Komisaris Agus Widodo ikut turun ke lapangan.
Kemacetan yang saban hari terjadi pun tidak dirasakan para pengguna jalan, termasuk Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, yang sedang melintas di jalur itu. Namun Bambang, yang hendak mengantar anak keempatnya, Muhammad Yattaki, ke Sekolah Islam Terpadu Nurul Fikri Cimanggis, pada Jumat, 23 Januari 2015, jadi curiga. Apalagi mata polisi selalu mengawasi mobil Isuzu Panther miliknya.
Selain itu, ada mobil yang membuntuti sejak Bambang keluar dari rumahnya di Bojong Lio RT 01 RW 28, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong. Di mobil Bambang, ikut pula anak keduanya, Izzat Nabillah. Kepada Izzat, Bambang memberi tahu adanya penguntit di belakang mereka. Namun, sampai ia menurunkan Yattaki di sekolahnya, keadaan aman-aman saja. Kecurigaan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan itu baru terbukti ketika ia hendak kembali ke rumah. Sekitar 200 meter dari Sekolah Nurul Fikri, persis di depan minimarket Ceria Mart, mobilnya disetop Kapolsek Sukmajaya.
Tak lama, 30 personel yang menumpang enam mobil dan sepeda motor Brimob menyergap
Bambang. Tim dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu langsung menggeledah mobil Bambang.
Bambang memprotes karena polisi tidak menunjukkan surat penggeledahan.
Polisi kemudian menyodorkan surat perintah penangkapan. Namun, dalam surat bernomor
SP.Kap/07/I/2015 itu, penulisan kelurahan dan kecamatan tempat ia tinggal terbalik. Polisi bergeming. Seorang penyidik kemudian malah mengeluarkan borgol. Bambang, yang belum menanggalkan sarung, baju koko, dan peci sehabis salat subuh, menolak saat tangannya ditarik ke belakang.
Borgol itu pun dikalungkan pada kedua lengan Bambang di depan perut. Sekitar pukul 07.30 WIB, Bamban bersama anaknya digelandang ke Mabes Polri dengan Toyota Fortuner. "Dia belum mandi,"
tutur istri Bambang, Sari Indra Dewi. Melihat cara penangkapan Bambang, Darwin Amir, seorang penjaga Ceria Mart, mengira terorislah yang sedang dibekuk oleh Pasukan Densus 88 Antiteror. Penangkapan itu, kata dia, berlangsung sangat cepat. Hanya sekitar 7 menit. “Jalan di sini ditutup sama polisi,” ujarnya kepada majalah detik.
tutur istri Bambang, Sari Indra Dewi. Melihat cara penangkapan Bambang, Darwin Amir, seorang penjaga Ceria Mart, mengira terorislah yang sedang dibekuk oleh Pasukan Densus 88 Antiteror. Penangkapan itu, kata dia, berlangsung sangat cepat. Hanya sekitar 7 menit. “Jalan di sini ditutup sama polisi,” ujarnya kepada majalah detik.
Di sepanjang perjalanan ke Mabes Polri, Bambang merasa diteror. Seorang penyidik mengatakan polisi mengantongi banyak kasus Bambang. “Anda banyak masalah, kan? Saya tahu,” ucap polisi itu. Penyidik juga bertanya tentang identitas anak bungsunya, yang membuat Bambang menjadi cemas. "Saya tidak suka ditanya di luar pemeriksaan," kata Bambang. Polisi juga membentak Bambang karena ia menjelaskan prosedur penangkapan yang benar kepada Izzat.
“Diam!” bentak salah seorang polisi. “Ada lakban enggak?” tanya penyidik itu kepada temannya. “Tapi mulut saya tidak sampai diplester,” kata Bambang. Setiba mereka di Mabes Polri, Izzat baru diperbolehkan memberi kabar penangkapan ayahnya itu kepada keluarga dan pulang. Hingga beberapa jam setelah Bambang diciduk Mabes Polri, masih belum jelas perkara apa yang menyeret pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu. KPK mengontak Wakil Kepala Polri yang diberi tugas dan tanggung jawab yang diemban Kapolri, Komjen Badrodin Haiti. Namun jawabannya mengejutkan.
Badrodin mengaku tidak ada penangkapan Bambang oleh anak buahnya. Bambang pada Kamis, 22 Januari 2015, malam memang punya firasat bakal ditangkap. Malam itu Bambang dan pimpinan KPK mengikuti rapat hingga pukul 22.00 WIB. Meninggalkan KPK, Bambang dan Samad ingin menjenguk personel band Slank, Abdee Negara. Saat semobil itu, Bambang mengenang dua kali
konflik KPK versus Polri. Pertama, kriminalisasi yang dialami dua pimpinan KPK, Bibit Samad
Riyanto dan Chandra M. Hamzah, pada 2009 atau lebih dikenal dengan istilah “Cicak versus
Buaya I”.
konflik KPK versus Polri. Pertama, kriminalisasi yang dialami dua pimpinan KPK, Bibit Samad
Riyanto dan Chandra M. Hamzah, pada 2009 atau lebih dikenal dengan istilah “Cicak versus
Buaya I”.
Kedua, penyerbuan kantor KPK di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, setelah KPK menjerat petinggi Polri, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo. Pada 2012 itu, polisi menggeruduk
KPK dengan maksud menangkap Komisaris Novel Baswedan, penyidik KPK yang memimpin pengusutan Djoko dalam kasus korupsi pengadaan simulator uji SIM. Namun upaya itu bisa diredam. Publik menyebutnya konflik “Cicak versus Buaya II”. Kini KPK kembali bersitegang dengan Polri
pascapenetapan Kepala Lembaga Pendidikan BERSAMBUNG....
KPK dengan maksud menangkap Komisaris Novel Baswedan, penyidik KPK yang memimpin pengusutan Djoko dalam kasus korupsi pengadaan simulator uji SIM. Namun upaya itu bisa diredam. Publik menyebutnya konflik “Cicak versus Buaya II”. Kini KPK kembali bersitegang dengan Polri
pascapenetapan Kepala Lembaga Pendidikan BERSAMBUNG....