Illustrasi |
Koranriau.com, Jakarta - Kecewa terhadap penegakan hukum yang dinilai jalan di
tempat, lima mahasiswa yang mengaku berasal dari Univesitas Islam Riau mengelar
aksi jahit mulut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi tersebut dilakukan menyusul tidak adanya
perkembangan penegakan hukum terhadap Bupati Kampar Jefri Noer yang diduga melakukan
tindak pidana korupsi.
"Kita sudah capek ngomong. Percuma saja kita ngomong
hasilnya juga enggak ada. Lebih baik kita aksi jahit mulut, diam, jelas
kan?" ujar Anton, koordinator aksi di KPK, Jakarta, Jumat (31/10/2014).
Mahasiswa yang menamakan 'Gerakan Rakyat Kampar' atau
GERAK ini mengungkapkan beberapa dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan
Jefri di antaranya Program Pusat Pelatihan Petanian Pedesaan Swadaya Masyarakat
(P4S) Kubang Raya.
Menurut Anton, pelaksanaan program tersebut berada di
tanah milik Jefri sendiri. Selain itu pengadaan baju koko senilai Rp 4 miliar.
Baju tersebut dibeli Jefri saat kampanye calon bupati. Setelah terpilih, kata
Jefri, bupati menganggarkan pembelian baju koko tersebut pada anggaran daerah.
Dalam kasus pengadaan baju koko, kepolisian sudah
menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni Firdaus selaku pemegang proyek
pengadaan baju koko dan kepala bidang pengadaan barang.
Ketiga, dugaan kasus alih fungsi hutan di Kampar Kiri dan Siak Hulu yang diduga fiktif.
Keempat adalah meminta kelanjutan kasus penganiayaan yang dilakukan istri
bupati, Eva Yuliana.
"Kita harus jumpai ketua KPK minimal pimpinan. Kalau
tidak, kita enggak pulang. Semakin lama kita di sini semakin tinggi resiko kita
jadi mayatnya di sini," tukas Anton yang mengaku akan beraksi ke Mabes
Polri dan Istana Negara.
Ancam Bakar Diri
Tampaknya aksi yang
dilakukan mahasiswa asal Kampar tak main-main lagi. Meski 4 orang telah
melakukan aksi jahit mulut, para mahasiswa juga akan lakukan aksi bakar diri di
depan Istana Negara.
"Kami akan lakukan aksi bakar diri di depan
Istana Negara. Supaya presiden Jokowi tahu, bahwa kami para mahasiswa yang
mewakili rakyat Kampar sudah dizalimi oleh kepala daerah (Jefri Noer) yang
berkuasa sekarang di Kabupaten Kampar," tutur Koordinator Lapangan
(Korlap) Gerakan Rakyat Kampar (GERAK) Anton, Minggu (2/11).
Anton menambahkan, aksi yang dilakukan mereka
merupakan puncak dari kekesalannya terhadap hukum yang berlaku di Riau. Karena,
dia bersama teman-temannya telah menuntut upaya hukum terhadap Jefri yang
diduga melakukan korupsi tetapi tidak ada hasil dari pihak penegak hukum.
"Lihat saja dari dulu sampai sekarang,
berbagai kasus Bupati Kampar (Jefry Noer) tidak pernah prosesnya lanjut. Dan
kebanyakan yang lain jadi korbannya sedang Bupati Kampar hanya dijadikan saksi
biasa selalu," ungkapnya.
Kedatangannya ke Jakarta dan menuju gedung KPK
merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan karena selama ini Bupati Kampar
Jefri Noer telah melakukan dugaan korupsi hingga mencapai Rp 1,4 Triliun.
Di antara dugaan korupsi yang dilakukan Jefri
Noer adalah Program Penyuluhan Perikanan, Pertanian, Peternakan dan Swadaya
(P4S) dengan nilai mencapai Rp 70 Milyar. Jefri Noer diduga juga melakukan
korupsi baju koko yang nilainya mencapai Rp 4 miliar.
"Selain itu, Jefri Noer juga melakukan
dugaan biaya jalan-jalan ke Eropa bersama istri dan anaknya yang nilainya
mencapai Rp 2 miliar," sebutnya.
Para mahasiswa ini ingin agar seluruh rakyat
indonesia tahu apa yang terjadi di Kabupaten Kampar. "Jikapun kami mati
dalam aksi bakar diri, biarkan ini menjadi sejarah perjuangan keadilan hukum di
negeri ini," ucapnya.
"jikalau sampai hari selasa kami tidak berjumpa
dengan presiden RI. Maka saya selaku korlap GERAKAN RAKYAT KAMPAR (GERAK), yang
telah melakukan aksi jahit mulut sejak 28 oktober 2014, akan melakukan aksi
bakar diri di depan Istana Merdeka. Karena saya lebih memilih mati dari pada
hidup di bawah penindasan dan ke zaliman pemimpin kami," pungkasnya.
Sementara itu, di Pekanbaru tepatnya di Simpang
SKA Pekanbaru, sejumlah mahasiswa kembali menggelar aksi solidaritas
penggalangan dukungan dan dana bantuan perawatan untuk tim GERAK yang di
Jakarta. Aksi itu, sebagai lanjutan yang telah digelar kemarin di Kampus
Universitas Islam Riau (UIR).
Seperti diberitakan sebelumnya, usai dari Gedung
KPK, 4 Orang Mahasiswa asal Kabupaten Kampar yang datang ke Ibukota Jakarta
dengan mulut dijahit, berencana akan tidur alias menginap di pepohonan yang tak
jauh dari Istana Merdeka, markas Presiden RI Joko Widodo.
"Tadi 4 rekan kita itu, didampingi 6 orang
lainnya, termasuk Korlap (Koordinator Lapangan) Anton, ditemui salah seorang
Deputi KPK. Dari situ, kita akan menginap di pepohonan dekat Istana
Merdeka," kata Rafi.
Dikatakannya, saat di KPK, pihaknya telah
membeberkan sejumlah hal yang menyangkut tindak-tanduk Bupati Kampar Jefry Noer
yang hingga kini seolah tak tersentuh hukum. Agenda berikutnya, kata Rafi, pihaknya
berencana menemui pemimpin nomor satu di Republik ini, Jokowi.
Aksi ini digelar untuk menuntut jalannya
penegakan hukum dan keadilan bagi warga Kampar. Kamis (30/10) kemarin, mereka
tiba di Jakarta. Selama perjalanan, kondisi 4 orang itu kian melemah akibat tak
makan.
KPK Terima Laporan
Setelah beberapa hari
melakukan aksi jahit mulut dan mengancam akan melakukan bakar diri di Jakarta,
akhirnya laporan Gerakan Rakyat Kampar (Gerak) terkait berbagai dugaan korupsi
Bupati Jefry Noer diterima Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Setelah menerima, KPK berjanji segera
menindaklanjuti laporan tersebut," kata koordinator Gerak Anton, dihubungi
wartawan dari Pekanbaru melalui sambungan telepon, Rabu (5/11/14).
Diceritakan Anton, laporan itu diterima bidang
pengaduan masyarakat. Penyidik berjanji akan menelaah laporan Gerak dan
mengumpulkan barang bukti.
"Sekarang tinggal menunggu hasil saja. Kami
akan memantau perkembangan kasus ini, seperti yang dijanjikan KPK," tegas
Anton.
Menurut Anton, diterimanya laporan dugaan
korupsi Jefry merupakan langkah awal untuk menyeret orang nomor satu di Kampar
itu ke ranah hukum.
"Kalau berhasil, ini merupakan kemenangan
bagi masyarakat Kampar. Kami siap memperjuangkan aspirasi rakyat, dari pada
menjadi pecundang," ucap Anton.
Adapun kasus yang dilaporkan adalah dugaan
korupsi korupsi baju koko, plesiren Jefry beserta keluarga ke Manchester
Inggris dan dugaan penyelewengan APBD Kampar melalui Pusat Pelatihan Pertanian
dan Perkebunan Sejahtera (P4S) di Kubang Raya.
Selama ini, Gerak memang intens menyuarakan
korupsi yang diduga Jefry. Termasuk kasus penganiayaan yang dilakukan Eva
Yuliana terhadap dua petani, Jamal dan Nur Asni, di Desa Birandang.
Kasus terkahir, sudah dihentikan penyidik
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau dengan mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3).
Dalam kasus baju koko, nama Jefry selalu disebut
sebagai penggagas proyek tersebut. Bernilai miliaran rupiah, proyek itu dipecah
ke bebarapa camat untuk menghindari tender.
Sementara dalam kasus plesiren, terdakwa HM
Syafri, mantan Direktur BPR Sarimadu Bangkinang, Kampar, menyebut Jefry
terlibat. Hal itu juga dikuatkan dengan petikan vonis hakim di Pengadilan
Tipikor yang menyebut unsur keterlibatan Jefry.