Oleh : Hidayatullah
Hidayatullah (Pakar Stabilitas Nasional) |
Kebohohan selanjutnya adalah terkait dengan isu APBN yang jebol. Padahal faktanya APBN Indonesia tidak pernah turun. APBN selalu meningkat pesat setiap tahun sebab pemerintah selalu menaikkan pajak, cukai dan berbagai pungutan untuk menaikkan APBN setiap tahun. Pemerintah juga menambah utang luar negeri untuk menaikkan APBN setiap tahun.
"Namun sistem APBN ini pelit untuk rakyat, loyal kepada penguasa, pengusaha dan asing,"
Kebohongan Lainnya juga datang dengan alasan APBN defisit. Padahal faktanya sistem dalam APBN memang dibuat defisit agar pemerintah dapat menambah utang. Dengan demikian, makelar utang terus mendapatkan pekerjaan dan pendapatan dari kebiasaan negara berutang, dan agar DPR tetap dapat merampok APBN memainkan angka defisit, memainkan APBNP, dan lain sebagainya.
Kebohongan kadang tentang dana subsidi BBM yang dicabut akan dikembalikan untuk rakyat miskin. Padahal faktanya bantuan untuk rakyat miskin diambil dari program utang luar negeri berupa cash transfer, beras miskin, PNPM, yang diambil dari bank Dunia dan ADB. Dan faktanya pencabutan Subsidi karena desakan Bank Dunia, ADB dan negara-negara maju.
Kebohongan selanjutnya adalah ketidakterusterangan pemerintah bahwa kenaikan BBM yang dipaksakan di saat tidak ada gejolak harga BBM internasional dan tidak ada gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jadilah kenaikan harga BBM sebagai sesajen untuk kapitalis internasional. Sebagai contoh adalah pertemuan APEC pada Oktober 2013 di Bali dan pertemuan WTO pada Desember 2013 yang lalu di Bali.
Jadi jelas bahwa sekarang indonesia adalah budak nekolim.
Pasti kita bertanya - tanya Kenapa harga minyak mentah mesti dihargai dengan harga di pasar dunia?
Memang benar adanya bahwa menurut UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2. Bunyinya : "Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar."
TAPI, Perlu diketahui bahwa Kebijakan itu adalah akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut.
Sehingga soal harga harus ditentukan oleh NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan menguntungkan pihak asing.
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : "Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : "Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia."
Memang, sudah disikapi dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP), tapi Peraturan Pemerintah yang nomor 36 tahun 2004, pasal 27 ayat (1) itu masih berbunyi : "Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, keuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN". Maka sampai sekarang istilah "subsidi" masih dipakai terus, karena yang diacu adalah harga yang ditentukan oleh NYMEX.
Jadi publik bertanya - tanya : Jadi kalau begitu kebijakan yang dinamakan "menghapus subsidi" itu bertentangan dengan UUD kita ?
Memang benar, Apalagi masih saja dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Ini bukan hanya melanggar konstitusi, tetapi menyesatkan. Uang tunai yang dikeluarkan untuk minyak mentah tidak ada, karena milik bangsa Indonesia yang terdapat di bawah perut bumi wilayah Republik Indonesia. Menurut para pakar Hukum Indonesia UU no. 22/2001 memaksa bangsa Indonesia terbiasa membayar bensin dengan harga internasional. Jika sudah begitu, perusahaan asing bisa buka pompa bensin dan dapat untung dari konsumen bensin Indonesia. Maka kita sudah mulai melihat Shell, Petronas, Chevron.
Mari kita sedikit membahas matematika Subsidi :
Di dalam benak pemerintah sampai sekarang ukurang kenaikan minyak adalah NYMEX karena menguntungkan mereka.
Padahal saat ini harga minyak mentah sudah mencapai 93,86 dolaar kita genapkan menjadi 93 dolar AS per barel dan pada oktober nanti menjadi 102,50 dolar AS per barel.
Nilai tukar rupiah pada saat ini adalah Rp11.714 per Dollar AS.
1 Barel = 159 liter
Kalkulasi harga minyak mentah Per barel :
Sehingga harga bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu:
Harga minyak mentah : USD 93 x 11.714 = Rp. 1.089.402 per barrel.
Per liternya Rp. 1.089.402 : 159 = Rp. 6.852, ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp. 7,482.
Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa minyak mentah seharga Rp. 7,482
dari hasi tadi terbukti bahwa Pemerintah memilik kelebihan uang tunai banyak sekali, dikurangi dengan yang harus dipakai untuk mengimpor, karena konsumsi sudah lebih besar dibandingkan dengan produksi.
Cadangan minyak nasional yang ada saat ini diperkirakan mencapai 9 miliar barrel dengan tingkat produksi 1,1 juta barrel per hari. Separuh dari produksi itu berasal dari Provinsi Riau.
Pertanyaannya adalah mengapa minyak terus dinaikan padahal keuntungan pemerintah sangat besar ?
Dan bagaimana mungkin minyak mentah di jual dengan harga Rp. 7,482 dan minyak jadi di jual dengan harga lebih rendah yaitu Rp. 6,500 bisa merugikan negara ?