Berita Riau, jakarta - Terdakwa kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games, Muhammad Nazaruddin, kembali menyebut nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Kali ini, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut menyebut nama Anas saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan, abu (7/12/2011).
Saat membacakan eksepsi tersebut, Nazaruddin mengaku sama sekali tidak pernah secara langsung ikut campur dalam proyek pembangunan Wisma Atlet.
Jadi kewajiban saya hanya menjalankan perintah dari Anas. Saya tidak pernah ikut campur dalam proyek itu, dan saya tidak pernah membicarakan proyek Wisma Atlet
-- Nazaruddin
"Tugas saya hanya memperkenalkan Rosa (Mindo Rosalina Manullang) ke Angie (Angelina Sondakh), sesuai perintah Anas Urbaningrum," ujar Nazaruddin.
Nazaruddin mengungkapkan, pada Desember 2009, ia dan Angie dipanggil Anas untuk bertemu Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.
Menurut Nazaruddin, pertemuan itu dilakukan untuk membicarakan proyek Hambalang, bukan Wisma Atlet.
"Dalam pembicaraan tersebut, disepakati Menpora (Andi Mallarangeng) dan Angie, Banggar (Badan Anggaran) akan membuat anggaran khusus untuk proyek Hambalang. Teknisnya, secara detail akan dibicarakan di Komisi X. Setelah itu, hasil pertemuan tersebut saya laporkan kepada Anas," papar Nazaruddin.
Pada Januari 2010, Anas kemudian meminta Nazaruddin agar mempertemukan Angie dengan Rosa. Setelah itu, menurut Nazaruddin, Angie dan Rosa berkomunikasi langsung untuk membicarakan proyek Hambalang.
"Jadi kewajiban saya hanya menjalankan perintah dari Anas. Saya tidak pernah ikut campur dalam proyek itu, dan saya tidak pernah membicarakan proyek Wisma Atlet," kata Nazaruddin.
Seperti diberitakan, tim jaksa penuntut umum mendakwa Nazaruddin telah melakukan tindak pidana korupsi. Ia didakwa telah menerima suap dalam bentuk lima lembar cek senilai Rp 4,6 miliar dari Manager Marketing PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris.
Dakwaan tersebut disusun secara alternatif. Dakwaan pertama mengacu Pasal 12 b Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, berdasarkan Pasal 5 Ayat 2 UU yang sama, dan ketiga mengacu pada Pasal 11 UU yang sama. Hukuman maksimalnya 20 tahun penjara ditambah denda maksimal Rp 1 miliar.
Adapun, Nazaruddin mengaku tidak mengerti dengan dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum. Selama menjalani proses penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi, menurut Nazaruddin, dirinya sama sekali belum pernah ditanyai mengenai pertemuan untuk menerima cek sebesar M El Idris, seperti yang tertuang dalam dakwaannya tersebut.
Kunjungi Terus www.e-beritariau.tk