Notification

×
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Dinegara Kaya Yang Dimiskinkan

Sulthan
Wednesday 26 November 2014, 11/26/2014 WIB Last Updated 2015-02-12T20:30:36Z
Koranriau.com - Sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia sudah banyak dikuasai, atau diambil negara asing tanpa dinikmati oleh rakyat Indonesia. Para pengusaha negara asing itu meninggalkan kehancuran ekologi, kemudian polusi. Pengusaha negara asing telah banyak menguasai sumber daya alam Indonesia dibawa keluar, sedangkan negara Indonesia hanya sebagai penonton saja.
Selama kekayaan alam dikuasai negara asing, negara Indonesia akan terus mengalami keterpurukan dalam pertumbuhan perekonomian. Negara memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan, dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam demi kepentingan rakyat.

Sumber daya alam tersebut adalah hal yang paling krusial bagi negara dan mampu menguasai hajat orang banyak, karena berkaitan dengan kemaslahatan umum dan pelayanan umum, sehingga harus dikuasai negara dan dijalankan oleh pemerintah.

Sebenarnya jika pemerintah yang dalam hal ini pihak eksekutif dan legislatif mempunyai sikap nasionalis dan jiwa membangun bangsa yang tinggi maka Indonesia akan terselamatkan dari ancaman apa saja, baik ancaman ekonomi, militer dan sebagainya. Mengapa saya katakan hal yang demikian, karena mental – mental pejabat Indonesia telah dibutakan oleh kekayaan sejenak yang terus mengalir kekantong pribadi, kelompok, partai politik bahkan keluarga. Kucuran dana itu bersumber dari Asing dan Aseng yang tengah atau sudah membangun perusahaannya dinegeri yang kaya raya ini, agar terlepas dari interpensi negara dan leluasa merampok kekayaan yang ada didalamnya.

Inilah beberapa kekayaan Indonesia yang dilupakan dan sudah dijamah oleh asing :
Pertama, Negara ini punya pertambangan emas terbesar didunia dengan kualitas emas terbaik, yang pada saat ini masih dikuras oleh PT. Freeport, perusahaan asal Amerika Sarikat.
Kedua, Indonesia memliki cadangan gas alam terbesar didunia yang tepatnya berada di Blok Natuna yang disedot oleh EXXON MOBIL. Sedikit kilas balik, kontraktor yang memperoleh kesempatan mengelola Natuna selama ini adalah Exxon Mobil. Tercatat, sejak 28 tahun yang lalu, Esso, perusahaan cikal bakal Exxon, telah menguasai Natuna berdasarkan perjanjian kerja sama eksplorasi D-Alpha Natuna yang ditandatangani Esso dengan Pertamina pada tanggal 8 Januari 1980. Sekitar 5 tahun kemudian, Exxon juga memperoleh perpanjangan komitmen pengembangan struktur AL (salah satu area di Blok Natuna) dari batas waktu 8 Januari 1986 menjadi tanggal 9 Januari 2005.
Perpanjangan kontrak diajukan Exxon dengan alasan bahwa gas Natuna mengandung CO2 hingga 71%, sehingga sulit dikembangkan dan dipasarkan. Pada saat itu pemerintah menyetujui permintaan Exxon dan kontrak diperpanjang melalui “basic agreement” (sebagai amandemen PSC 1980). Dalam hal ini disepakati pula bahwa kontak akan berakhir pada 9 Januari 2005 kecuali kontraktor menyampaikan komitmennya untuk mengembangkan struktur AL di Blok Natuna.
Ketiga, Negara ini mempunyai Hutan Tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia. Tapi, Separuh dari hutan itu sudah dirusak oleh perusahaan – perusahaan yang tak bertanggung jawab baik perusahaan asing maupun dalam negeri.
Keempat, Negara ini mempunyai luatan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Akan tetapi disektor kelautan ini negara dirugikan Rp. 100 Triliun pertahun akibat penangkapan ikan ilegal kapal – kapal asing yang sengaja dibiarkan begitu saja, karena tak tahan suap, dan 2,1 juta kilo liter pertahun negara dirugikan akibat pemakaian BBM untuk kapal – kapal tersebut.
Kelima, Negara ini punya jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia. Dengan jumlah penduduk segitu besar, harusnya banyak orang-orang pintar yang telah dihasilkan oleh negara ini, akan tetapi pemerintah menelantarkan mereka-mereka. Sebagai sifat harfiah yang dimiliki setiap manusia yang ingin bertahan hidup tentu saja mereka ingin di hargai. Jalan lainnya yang mereka tempuh adalah keluar dari negara ini dan memilih membela negara lain yang bisa menganggap mereka dengan nilai yang pantas.
Keenam, Negara ini memiliki tanah yang sangat subur, karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur. Terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan. Jika dikelola dengan baik tentu negara ini akan mendapatkan gelar yang lebih lagi ketimbang hanya sebagai macam asia yang pernah dicapai di zaman Soeharto.

Sebenarnya hal – hal yang diatas sudah di atu dalam sebuah aturan yang jelas dinegara yang besar ini, akan tetapi ada sesuatu yang masih belum dijalankan sesuai dengan diamanatkan konsitusi negara ini, pasal 33 dan 34 diamanatkan kepada negara untuk menomorsatukan kepentingan masyarakat bukan kepentingan konglomerat.

Sebagaimana amanat konstitusi dalam pasal 33 UUD 1945 yang mengatakan :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Demikian pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang Dasar 1945.
Penjelasan pasal 33 menyebutkan bahwa “dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang”. Selanjutnya dikatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Sehingga, sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33.

Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan kesektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola sumberdaya alam ini.

Sedangkan pengertian “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” menjadi sempit yaitu hanya dalam bentuk pajak dan royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi bahwa pendapatan negara dari pajak dan royalti ini akan digunakan untuk sebasar-besar kemakmuran rakyat. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan mengelola sumberdaya hanya dalam bentuk penyerapan tenaga kerja oleh pihak pengelolaan sumberdaya alam tidak menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

Sehingga akhirnya sumber daya alam dan kenikmatan yang didapat hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja. Maka ada erosi makna pasal 33 yang seyogyanya diberikan untuk kepentingan orang banyak. Contoh nyata dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) oleh Menteri Kehutanan pada 579 konsesi HPH di Indonesia yang didominasi hanya oleh 25 orang pengusaha kelas atas. Masyarakat lokal yang masih menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hutan dan ari generasi ke generasi telah berdagang kayu, harus diputuskan dari ekonomi kayu. Karena monopoli kegiatan pemanfaatan hutan dan perdagangan kayu pun diberikan kepada para pemegang Hak Pemilikan Hutan (HPH) ini. Monopoli kegiatan pemanfaatan ini malah disahkan melalui seperangkat peraturan, mulai dari UU Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1957 sampai peraturan pelaksanaannya yang membekukan hak rakyat untuk turut mengelola hutan. Seperti pembekuan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) bagi masyarakat lokal hanya melalui teleks Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur.

Begitu pula dalam bidang pertambangan Migas (Minyak dan Gas Bumi) dan Pertambangan Umum. Untuk kontrak bagi hasil dalam kuasa Pertambangan Migas, Pertamina (Perusahaan Minyak Negara) memang pemegang tunggal kuasa pertambangan Migas, tetapi kontrak bagi hasil dari eksploitasi sampai pemasarannya diberikan ke perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan dibidang pertambangan umum, rakyat penambang emas di Kalimantan Tengah dan Barat misalnya (Pemerintah mengistilahkan mereka sebagai PETI=Pengusaha Tambang Tanpa Ijin), harus tergusur untuk memberikan tempat bagi penambang besar. Dengan logika yang sama seperti di sektor kehutanan, penambang emas rakyat dianggap tidak mempunyai teknologi dan manajemen yang baik, sehingga ‘layak’ digusur hanya dengan dalih tidak mempunyai ijin. Sedangkan penambang emas besar dianggap akan memberikan manfaat besar karena kemampuan teknologi dan manajemen mereka. Rakyat pendulang emas tidak mendapat tempat sama sekali dalam kebijakan pengelolaan pertambangan di Indonesia, dan kehidupan mereka semakin buruk.

Praktek monopoli sumberdaya alam ternyata telah merambah kesektor pariwisata. Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata tidak bebas lagi menuju kepantai. Praktik ini banyak terlihat di tempat-tempat wisata baru di Indonesia, seperti di Anyer-Jawa Barat dan Senggigi-NTB.
Sementara penghasilan negara dari sektor pengelolaan sumberdaya alam ini tidaklah langsung ‘menetas’ pada masyarakat lokal di sekitar sumberdaya alam itu sendiri (seperti yang diagungkan oleh pendekatan trickle down effect), melainkan lebih banyak ke kantong para pengusahanya dan ke pusat pemerintahannya. Tingkat korupsi yang tinggi, lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi serta akuntabilitas pemerintah menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari sektor pengelolaan sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.

Ternyata kita menerapkan Pasal 33 dengan “malu-malu kucing”. Jiwa sosialisme ini yang memberikan hak monopoli kepada Negara, dilaksanakan melalui pemberian peran yang sangat besar kepada swasta, dan meniadakan keterlibatan rakyat banyak dalam pelaksanaannya. Ini adalah sistem ekonomi pasar tetapi dengan mendelegasikan hak monopoli negara ke swasta. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia mengambil jiwa sosialisme yang paling jelek yaitu penguasaan dan monopoli negara, serta menerapkan dengan cara otoritarian. Serta mengambil sistem ekonomi pasar bebas yang paling jelek, yaitu memberikan keleluasaan sebesar-besarnya kepada pemilik modal, tanpa perlindungan apapun kepada rakyat kecil.

Sedangkan di pihak lain, tantangan-tantangan baru di tingkat global bermunculan, seperti adanya GATT (General Agreement on Trade and tariff), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), AFTA (Asean Free Trade Agreement) dan NAFTA (North american Free Trade Agreement). Era perdagangan bebas akan menyusutkan peran pemerintah dalam mengatur kegiatan ekonomi. Sektor swasta akan menjadi semakin menonjol, dimana perusahaan-perusahaan besar dengan modal kuat akan memonopoli kegiatan perekonomian dunia. Sedangkan pasal 33 secara “kagok”, kita harus mengkaji posisi negara dalam pengelolaan sumberdaya alam dalam era perdagangan bebas yang akan melanda dunia. Karena itu mengkaji secara mendalam dan hati-hati akan makna dan mandat pasal 33 UUD 1945 menjadi sangat penting agar bangsa ini bisa terus ada dalam kancah pergaulan internasional tanpa harus meninggalkan jiwa kerakyatan yang terkandung dalam konstitusinya.

Amandemen pasal 33 ayat 4 ini seakan mengingkari secara halus ayat 1,2, dan 3-nya dimana perekonomian disusun secara prinsip demokrasi. Jadi siapa saja dapat mengusahakan perekonomian secara bebas alias liberalisasi perekonomian. hal ini tertuang dalam ayat selanjutnya yaitua ayt 5 diman ketentuan lebih lanjut diatur UU. UU yang mana? lihat saja UU penanaman modal dan UU PMA yang kental sekali nuansa liberalnya.


BIODATA PENULIS

Nama              : Hidayatullah (Sulthan Hidayatullah Al-Habsyi)

Penulis merupakan Aktivis yang aktif dibidang analisis Ekonomi, Anti korupsi, Politik dan mengkritis kebijakan – kebijakan pemerintah yang dianggap salah. Selain itu penulis juga merupakan mantan Ketua Bidang Public Relation HMI – MPO Cabang Pekanbaru tahun 2011. Sampai saat ini penulis masih tercatat mahasiswa aktif di jurusan komunikasi, fakultas dakwah dan komunikasi uin suska riau yang dalam proses penyelesaian tugas akhir.
Komentar

Tampilkan

  • Dinegara Kaya Yang Dimiskinkan
  • 0

Terkini

Topik Populer